TOKOH TOLERANSI
Dilansir dari website katadata Toleransi adalah kemampuan seseorang memperlakukan orang lain yang berbeda. Toleransi termasuk sikap positif seperti menghargai dan menghormati orang yang berbeda agama, ras, bahasa, suku, dan budaya. Dengan adanya toleransi, orang-orang tidak akan memandang orang lain dengan pandangan yang berbeda. Semua akan sama. Tidak peduli warna kulit yang dimiliki ataupun bentuk tubuh lainnya yang berbeda dari sekian banyak orang lain.
Berbicara
tentang toleransi, saya mendapatkan cerita unik tentang seorang ilmuan. Nama beliau
adalah Pitoyo Hartono beliau
merupakan profesor bidang jaringan saraf buatan di Department of Mechanics and
Information, Chukyo University, Jepang..
Pada saat itu beliau sedang melanjutkan sekolah S1 di jepang. Tepatnya di
Waseda University.
Beliau langsung melanjutkan S1 di Waseda University jurusan teknik fisika
tepat setelah beliau lulus SMA. "Awalnya, tentu butuh waktu beradaptasi di
awal kuliah saya di Jepang. Tapi saya tidak pernah merasa ada diskriminasi
karena asal usul atau warna kulit saya," sebutnya kepada Tempo melalui
pesan pendek, Jumat, 16 Agustus 2019.
Ilmuwan asal Surabaya ini merupakan salah satu pimpinan dalam pembuatan
robot Gundam seukuran asli yang bisa bergerak, melalui proyek Gundam Global
Challange. Pitoyo dibantu oleh mentornya Shuji Hashimoto, profesor bidang
fisika terapan dari Waseda University, juga dari anime director Yoshiyuki
Tomino, produser film Katsuyuki Motohiro, dan Creative Technical Director
Seiichi Saito.
Tertulis juga bahwa pitoyo menjelaskan almamaternya adalah salah satu
perguruan tinggi tertua di Jepang yang memiliki semboyan 'libertas ex
doctrina,' yang artinya kebebasan untuk menuntut ilmu benar-benar
diimplementasikan.
Dengan itu dapat disimpulkan bahwa untuk mencari ilmu tidak memandang Ras
ataupun Fisik. Semua bebas mencari ilmu. Semua orang boleh membawa identitasnya
sendiri tanpa diolok-olok oleh siapapun di sini.
Pitoyo menyelesaikan S1 pada 1993, dan dilanjutkan dengan S2 yang ia
selesaikan pada 1995 di Waseda University. Setelah itu dia bekerja di salah
satu perusahaan elektronik raksasa di Jepang selama tiga tahun sampai 1998.
Beliau menyelesaikan S3nya selama empat
tahun. Keterlibatannya dalam projek gundam terlihat pada tahun 2014 terakhir. "Kultur
dan disiplin kerjanya sangat keras, tapi di sini juga tidak ada diskriminasi,
semua penilaian hanya berdasarkan prestasi kerja," kata pria betubuh tegap
itu.
Setelah lulus S3, Pitoyo menjadi research
associate, yaitu peneliti pemula, di almamaternya. Setelah itu, dia ikut
melamar kerja sebagai associate professor di suatu universitas regional
(universitas pemerintah daerah) di utara Jepang. Setelah diterima, Pitoyo otomatis
menjadi pegawai negeri.
"Rasanya aneh sekali, belum tentu saya
bisa menjadi pegawai negeri di negara saya sendiri tapi saya menjadi pegawai
negeri orang," sebut Pitoyo. "Ini juga menunjukkan bahwa perbedaan
bangsa, warna kulit, ras dan sebagainya, sudah bukan masalah lagi di setidaknya
dunia akademia di Jepang." tambahnya
Meskipun menjadi pegawai negeri di Jepang, dia tetap
seorang warga negara Indonesia. "Saya tidak tertarik pindah
kewarganegaraan," katanya. Di Jepang, Pitoyo melanjutkan, orang diizinkan
menjadi pegawai negeri di lembaga penelitian dan pendidikan, tanpa dilihat
latar belakang negaranya.
Itulah Cerita toleransi dari tokoh yang saya temukan di koran tempo. Bagaimana
denganmu?
Referensi:
Fajri, Dwi Latifatul.
"Pengertian Toleransi dan Contoh Sikap dalam Kehidupan Sehari-Hari -
Nasional Katadata.co.id"
Katadata, 29 Dec. 2021, https://katadata.co.id/safrezi/berita/61cc238c67015/pengertian-toleransi-dan-contoh-sikap-dalam-kehidupan-sehari-hari.
Accessed 23 April 2022.
Alfarizi, Moh Khory
"Cerita Toleransi Ilmuwan Indonesia Pitoyo di Jepang - Tekno
Tempo.co." 18 Aug. 2019
https://tekno.tempo.co/read/1237513/cerita-toleransi-ilmuwan-indonesia-pitoyo-di-jepang,
Access 23 April 2022.
Komentar
Posting Komentar